Rabu

APLIKASI DAN IMPLIKASI TEORI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN


(Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran)


Dalam penelitian tentang khazanah pendidikan dalam jurnal yang berjudul “APLIKASI DAN IMPLIKASI TEORI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN”, disebutkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat penting dalam dunia pendidikan. karena selain memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anak, pembelajaran juga lebih menekankan pada arti pentingnya memenuhi kebutuhan anak serta membantu perkembangan bakat, minat, dan kemampuan anak. Namun pada kenyataannya, dalam praktik pendidikan sehari-hari, proses pelaksanaan pendidikan pembelajaran masih bernuansa pengajaran (instruction). Akan tetapi, dengan perkembangan TIK (Teknologi Informasi dan Komputer) yang semakin mutakhir. Masalah tentang pembelajaran tidak lagi hanya berpusat pada guru, namun siswa dapat mendapatkan informasi dari berbagai soft ware yang telah ada, misalnya melalui e-learning.
Terdapat tiga perspektif aliran dalam konsep belajar secara umum, yaitu : nativisme, empirisme dan organismik. Ketiganya mempunyai inti makna substantif yang sama, yaitu bahwa belajar dapat dimaknai dengan suatu aktivitas individu baik secara fisik maupun psikis (berupa membaca, mengamati, mendengar, dan melihat segala macam objek belajar yang ada di sekitar), sehingga membawa pengaruh dalam bersikap, bertingkah laku, dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan behaviorisme dalam masalah pembelajaran, secara umum memiliki beberapa teori, antara lain: teori Connectionism, Classical Conditioning, Contiguous Conditioning, serta Descriptive Behaviorisme (Operant Conditioning). Dengan tokoh-tokohnya,antara lain seperti ; Thorndike, Pavlov dan E.R Guthrie.



Kelemahan jurnal
-        Pada contoh aplikasi terhadap teori behavioristik dalam jurnal, penelitian hanya di tujukan kepada siswa-siswa beragama Islam. Di lihat dari beberapa pandangan yang di ambil dari tokoh-tokoh Islam dan contoh tentang menghapal surat Al-Waqi’ah. 
-        Tidak adanya penjabaran yang lebih jelas lagi, dalam melaksanakan langkah-langkah umum yang harus dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme. 
-        Hanya terdapat sebuah bagan sebagai penjabaran tentang suatu proses, dan itu sangat kurang dalam proses penjabaran proses-proses yang ada dalam contoh. Penjabaran yang dimaksudkan, agar penjelasan tersebut bisa lebih jelas lagi.

Kelebihan jurnal
-        Dalam definisi konsep belajar, disertakan pula pengertian dari sudut pandang tokoh-tokoh. Sehingga bisa ditarik kesimpulan secara umum, antara konsep belajar sederhana dan konsep belajar secara umum. 
-        Menguraikan pandangan dari tiga tokoh utama dalam teori behavioristik, yaitu ; Thorndike, Pavlov dan E.R Guthrie. 
-        Pengaplikasian teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran, yang perlu disiapkan oleh guru. 
-        Menjelaskan langkah-langkah secara umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran.


Kesimpulan

Secara keseluruhan, jurnal penelitian yang pertama cukup memuaskan. Karena setiap sub-pembahasan, diuraikan dengan menyertai contoh-contoh keseharian dalam tingkah laku belajar. Serta ada langkah-langkah, yang bisa diimplikasikan di dalam proses pendidikan dalam pembelajaran.

DEMOKRASI DAN SYURA DALAM ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik.
Di negara Indonesia, kerukunan antarumat beragama dan kerukunan intern umat beragama adalah wujud dari sikap saling menghargai dan menghormati. Harapan untuk menjadikan bangsa yang aman dan tenteram dengan masyarakat yang damai serta jauh dari konflik dapat terlaksana jika umat beragama mengembangkan sikap toleran. Nilai-nilai demokrasi sangat mendukung terciptanya komunitas umat beragama yang menghargai kemajemukan. Dengan demikian, konsep demokrasi sangat sejalan dengan Islam yang sama-sama mengandung nilai ketenteraman dan kedamaian umat agar umat hidup sejahtera. Konsep demokrasi memang muncul dari Barat, tapi nilai-nilai demokrasi itu ada di dalam Islam. Apa yang kita kenal dengan Piagam Madinah yang dimunculkan oleh Nabi Muhammad Saw. dan umat Islam di Madinah merupakan konsep pertama di dalam dunia Islam mengenai demokrasi. Makna demokrasi adalah dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, kemudian melindungi semua kepentingan rakyat. Jadi, Islam identik dengan demokrasi, akan tetapi demokrasi dalam Islam memiliki perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan.
Dan untuk menuju Indonesia baru yang kita idamkan, hendaknya dengan bersama-sama kita mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis dan berkeadaban yang sanggup membawa kita meraih keunggulan atau bahkan kejayaan di millenium ketiga. Karena itulah, kita juga harus menyadari berbagai perubahan yang mengiringinya (Muhaimun, 2001:11).

B.     Rumusan Masalah
­ - Untuk mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan demokrasi dan musyawarah (syura).
­  - Untuk memahami prinsip-prinsip dalam demokrasi.
­  - Untuk mengetahui makna demokrasi dan syura dalam perspektif Islam

C.    Tujuan Masalah 
       Tujuan penulisan makalah ini adalah : 
Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang berbagai hal yang berkaitan dengan demokrasi dan syura (musyawarah).
-        




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Demokrasi dan Syura
1.      Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos / cratein yang berarti pemerintahan, Maka demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau lebih dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau yang sering kita sebut dengan kedaulatan rakyat. Rakyat mempunyai kekuasaan penuh dalam menentukan arah kebijakan politik suatu negara melalui peran sertanya dalam menentukan pemimpin dan wakil parlemen. Arti dari istilah ini telah mengalami perubahan sejalan dengan waktu, dan definisi modern yang telah berevolusi sejak abad ke-18 bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.
Demokrasi dipraktekkan pertama kali oleh Yunani kuno tepatnya di Athena pada saat itu mereka menyebutnya dengan negara kota, namun pada abad pertengahan demokrasi seakan memudar dan hilang begitu saja dari pandangan manusia karena kekuasaan politik saat itu berada di tangan raja dan gereja. Kemudian pada abad 18 demokrasi mulai mencuat kembali dan ramai diperdebatkan hingga sekarang. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia), dan seterusnya.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif  benar - benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat  dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu  kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab (credible and accountable) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah.

2.      Syura (Musyawarah)
Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata “syawara” yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Dan kata kerjanya, yaitu syawara-yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu. Syura juga bermakna permusyawaratan, hal bermusyawarah atau konsultasi. Bentuk-bentuk lain yang berasal dari kata kerja syawara adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara (berunding, saling bertukar pendapat), syawir (meminta pendapat, musyawarah), dan mutasyir (meminta pendapat orang lain). Syura atau musyawarah adalah saling menjelaskan dan merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara.
Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari segi jenisnya termasuk kata kerja mufa’alah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka musyawarah haruslah bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas mengemukakan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi mengandung kelemahan.
Di Indonesia, musyawarah adalah proses deliberasi atau berembuk yang mempertimbangkan semua sisi dari sebuah isu. Kata ini sering berkonotasi politik karena tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan sering dipergunakan oleh pemerintah Suharto semasa orde baru sebagai retorika mengontrol kebebasan politik.
Musyawarah merupakan salah satu asas dasar negara Indonesia yang membedakannya dari negara-negara lain. Musyarawah tercantum di dalam sila keempat dari Pancasila. Musyawarah untuk mufakat pada dasarnya merupakan kesepahaman atau kata sepakat antara pihak-pihak yang berbeda pendapat sehingga pemungutan suara dapat dihindarkan dan diharapkan semua pihak yang berbeda pendapat dapat menemukan keputusan tunggal.
Musyawarah sering ditampilkan sebagai alternatif dari "pengambilan suara" atau "voting". Penggunaan sistem pemungutan suara ditakutkan oleh bapak-bapak bangsa akan menimbulkan penindasan oleh mayoritas baik oleh suku, agama, kepercayaan, bahasa, dan lain-lain. Serta dapat menimbulkan perselisihan negara dan tidak sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.
Bersama-sama dengan gotong royong, santun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, musyawarah menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen.

B.       Prinsip-Prinsip Demokrasi
Setiap prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam suatu konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Al-Maududi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
1.      Kedaulatan rakyat
2.      Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
3.      Kekuasaan mayoritas
4.      Hak-hak minoritas
5.      Jaminan hak asasi manusia
6.      Pemilihan yang bebas dan jujur
7.      Persamaan di depan hukum
8.      Proses hukum yang wajar
9.      Pembatasan pemerintah secara konstitusional
10.  Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik
11.  Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

Sedangkan Menurut Sadek dan J. Sulaymân, prinsip-prinsip dalam demokrasi di antaranya adalah:
1.      Kebebasan berbicara setiap warga negara.
2.      Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang berkuasa layak didukung kembali atau harus diganti.
3.      Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan kontrol minoritas   
4.      Peranan partai politik yang sangat penting sebagai wadah aspirasi politik rakyat.
5.      Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
6.      Supremasi hukum (semua harus tunduk pada hukum).
7.      Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa boleh dibelenggu.

C.       Demokrasi dan Syura dalam Perspektif Islam
Ada beberapa prinsip dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, yaitu sebagai berikut :
1.      Musyawarah hanyalah disyariatkan dalam permasalahan yang tidak ada dalilnya.
Sebagaimana telah jelas bagi setiap muslim bahwa tujuan musyawarah ialah untuk mencapai kebenaran, bukan hanya sekedar untuk membuktikan banyak atau sedikitnya pendukung suatu pendapat atau gagasan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا . الأحزاب 36

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al Ahzab: 36)
Adapun sistem demokrasi senantiasa membenarkan pembahasan bahkan penetapan undang-undang yang nyata-nyata menentang dalil, sebagaimana yang diucapkan oleh Ulil Abshar Abdallah (seorang tokoh liberal Indonesia -ed) berikut ini: “Hukum pidana bisa saja tetap diterapkan pada saat ini dengan syarat ada konsensus politik, jika cara ini mampu menciptakan tata sosial yang lebih baik. Sebab yang mengikat itu adalah konsensus publik, bukan hukum Tuhan.”

2.      Kebenaran tidak diukur dengan jumlah yang menyuarakannya.
Oleh karena itu walaupun suatu pendapat didukung oleh kebanyakan anggota musyawarah, akan tetapi bila terbukti bahwa mereka menyelisihi dalil, maka pendapat mereka tidak boleh diamalkan. Dan walaupun suatu pendapat hanya didukung atau disampaikan oleh satu orang, akan tetapi terbukti bahwa pendapat itu selaras dengan dalil, maka pendapat itulah yang harus diamalkan.
Imam As Syafi’i berkata: “Sesungguhnya seorang hakim diperintahkan untuk bermusyawarah karena orang-orang yang ia ajak bermusyawarah mungkin saja mengingatkannya suatu dalil yang terlupakan olehnya, atau yang tidak ia ketahui, bukan untuk bertaqlid kepada mereka dalam segala yang mereka katakan. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah mengizinkan untuk bertaqlid kepada seseorang selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dengan memahami prinsip ini kita dapat membedakan antara musyawarah yang diajarkan dalam Islam dengan demokrasi, sebab demokrasi akan senantiasa mengikuti suara terbanyak, walaupun menyelisihi dalil. Adapun dalam musyawarah, kebenaran senantiasa didahulukan, walau yang menyuarakannya hanya satu orang.

3.      Orang yang berhak menjadi anggota Majlis Syura’ ialah para pemuka masyarakat, ulama’ dan pakar di setiap bidang keilmuan.
Dalam suatu musyawarah, tujuannya adalah untuk mencari kebenaran. Maka dari itu, yang berhak untuk menjadi anggota majlis syura ialah orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing, dan mereka ditunjuk oleh khalifah. Merekalah yang memahami setiap permasalahan beserta solusinya dalam bidangnya masing-masing. Beda halnya dengan demokrasi, anggotanya dipilih oleh rakyat, merekalah yang mencalonkan para perwakilan mereka. Setiap anggota masyarakat, siapapun dia (tidak ada bedanya antara peminum khamer, pezina, dukun, perampok, orang kafir dengan orang muslim yang bertaqwa), memiliki hak untuk dicalonkan dan mencalonkan. Oleh karena itu tidak heran bila di negara demokrasi, para pelacur, pemabuk, waria dan yang serupa menjadi anggota parlemen, atau berdemonstrasi menuntut kebebasan dalam menjalankan praktek kemaksiatannya.
Bermusyawarah adalah bukti keimanan seseorang dan masyarakat. Allah berfirman maksudnya "Dan juga (lebih baik dan lebih kekal bagi) orang yang mendengar dan menjawab perintah Tuhannya serta mendirikan sholat dengan sempurna; dan mereka juga mendermakan sebagian dari apa yang Kami beri kepadanya" (QS. asy-Syura: 38).
Musyawarah adalah amalan kesukaan Nabi. Abu Hurairah berkata: "Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih banyak melakukan musyawarah dengan sahabatnya daripada Rasulullah s.a.w." (HR. at-Tirmizi). Rasulullah bersabda: "Seseorang tidak akan sengsara apabila dia bermusyawarah dan sebaliknya dia tidak akan berbahagia apabila mengetepikan suatu pendapat" (Lihat al-Qurtubi, al-Jami', IV/251).




BAB III
KESIMPULAN


Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau lebih dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau yang sering kita sebut dengan kedaulatan rakyat. Sedangkan, Syura atau musyawarah artinya saling menjelaskan dan merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara.
Di negara Indonesia, kerukunan antarumat beragama dan kerukunan intern umat beragama adalah wujud dari sikap saling menghargai dan menghormati. Dan dalam nilai-nilai demokrasi sangat mendukung terciptanya komunitas umat beragama yang menghargai kemajemukan. Dengan demikian, konsep demokrasi sangat sejalan dengan Islam yang sama-sama mengandung nilai ketenteraman dan kedamaian umat agar umat hidup sejahtera.
Namun dalam Islam, Nabi Muhammad SAW lebih menganjurkan pemutusan perkara melalui musyawarah. Karena dalam suatu musyawarah, hanya orang-orang terpilihlah yang bertugas memutuskan atau merundingkan adanya perkara-perkara tersebut. Akan tetapi Islam juga tidak menentang demokrasi, selama masih menegakkan nilai-nilai Islam dan demi kepentingan, serta kemaslahatan umat.



DAFTAR PUSTAKA



http://alwasithiyyah.wordpress.com/2007/12/10/antara-syura-dan-demokrasi/ 
http://sunniy.wordpress.com/2007/08/25/demokrasi-bukanlah-musyawarah/
Majalah Asy-Syariah, vol I/No.06/maret 2004/ Muharram 1425 H, hal 20.
Fatwa dan Nasehat Agama. Nasehat Al-Quran dan As-Sunnah. Oleh: Ibnu Munzir on Senin, 04 Januari 2010 21:09